Rabu, 21 April 2010

A.P.T

POKOK BAHASAN III.

PENGAMATAN AKAR DAN SISTIM PERAKARAN
FISIOLOGI DAN EKOLOGI AKAR
Dalam proses pertumbunan tanaman, akar memegang peran yang sangat penting. Disamping berfungsi sebagai organ tanaman yang menopang agar tanaman dapat berdiri tegak sehingga dapat melaksanakan aktifitas fisiologi dengan baik.
Akar tanaman merupakan organ utama tanaman yang mengerjakan absorbsi hara dan air. Bersama sama dengan proses sintesa senyawa organik pada bagian hijau dari tanaman, kecepatan absorbsi hara dan air akar sangat menentukan bertumbuhan tanaman, baik bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah (shoot) maupun yang berada di dalam tanah.
Walaupun semua pakar telah sepakat bahwa akar tanaman sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, tetapi pengetahua tentang akar dan sistim perakaran•masih sangat sedikit karena sangat sedikitnya maka Bohn (1979)mengatakan bahwa pemahaman tentang akar pada kondisi Iapangan masih sangat dangkal. Padahal studi tentang sistim perakaran tanaman telan dimulai sejak tahun 1727 oleh Hales yang menggali tanaman kemudian mengamat morfologi, bobot dan panjang akarnya.
Hal tersebut disebabkan karena pengamatan tentang akar dan sistim perakaran merupakan pekerjaan yang memerlukan waktu dan tenaga yang sangat banyak; sehingga dapat dikata¬ lebih dari seratus tahun sejak Hales melakukan pengamatan sistim perakaran tidak ada lagi peneliti yang tertarik untuk melakukannya (Bohn, 1979). Dengan semakin terbatasnya kualitas sumber daya peneltian sistim perakaran mulai mendapat perhatian, terutama setelah Weaver pada tanun 1926 menulis buku yang diberi judul "Root Development of Field Corps" yang diterbitkan oleh Mc Graw Hills Book Co., New York.
Pertumbuhan akar tanaman, berbeda dengan pertumbuhan bagian atas tanaman, sangat bervariasi, karena sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman, baik yang berada diatas tanah maupun yang di dalam tanah. Sehubungan dengan banyaknya waktu dan tenaga yang diperlukkan, penggunaan sampel yang banyak sangat sulit dilakukan. Penggunaan analisis statistik konvensional untuk menarik kesimpulan tentang sistim perakaran dilapangan sangat sulit dilakukan.
Pengelompokkan pengamatan Sistim Perakaran tanaman menjadi dua kelompok, yaitu fisiologi akar dan ekologi akar, seperti yang dilakukan dalam "Second International Root Symposium" (Bohn, 1979). Para pakar fisiologi mempelajari akar dari pandangan proses-proses fisiologi yang terjadi dalam akar, antara lain pembelahan sel dalam ujung akar, mekanisme transport ion dalam akar dan lain sebagainya. Ditinjau dari ilmu ekologi tanaman ,sistim perakaran bertujuan mempelajari pengaruh lingkungan terhadap perkembangan sistim perakaran, misalnya pada lapisan tanah yang mana akar berkembang. Hal ini dibutuhkan informasi tentang kondisi lingkungan yang mempengaruhi perkembangan akar, misalnya bobot volume tanah, kekuatan tanah, kandungan hara dan air tanah. Parameter yang akan dibahas dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
(a). Tekanan tumbuh akar (Root Growth Pressure)
(b). Morfologi akar yang meliputi bobot akar, panjang akar, luas akar
dan volume akar.
Tekanan tumbuh akar dihubungkan dengan pertumbuhan akar untuk memahami kemampuan akar dalam menembus media pertumbuhan. Tekanan tumbuh akar berkaitan dengan pengelolaan tanah-tanah yang mempunyai kekuatan tanah tinggi. Lapisan tanah padas terjadi karena pemadatan tanah mempunyai kekuatan tanah > 2,0 MPa, yang merupakan tekanan tumbuh maksimum bagi perbanyakan akar tanaman.
Morfologi akar bermanfaat jika dikaitkan dengan sistim perakaran tanaman. Tanaman tidak tumbuh secara individu tetapi didalam suatu populasi tanaman/komunitas
TEKANAN TUMBUH AKAR (ROOT GROWTH PRESSURE )
Metode pengukuran tekanan akar dikembangkan oleh Pfeffer dapat dijelaskan sebagai berikut. Akar yang tumbuh dari biji tanaman yang sedang berkecambah diselubungi oleh suatu blok yang terbuat dari kapur gips. Selanjutnya melalui suatu lubang yang terdapat di bagian bawah kapur gips tersebut, tanaman bergerak menuju blok kedua. Blok kedua menyelubungi ujung dan sebagian sisi samping akar. Bergeraknya blok kedua karena tekanan akar, akan


menekan pegas yang digunakan untuk mengukur besarnya tekanan. Besarnya tekanan yang dikeluarkan oleh akar dapat baca pada jarum I. Untuk dapat
membaca besarnya tekanan. pegas I harus di kalibrasi.
Untuk mengukur tekanan akar radial diadakan modifikasi (Gambar 6.1.b). Dalam hal ini blok gypsum tidak hanya mengelilingi bagian atas akar tetapi juga bagian akar lateral. Eavis et.al (1969) menggunakan teknik beban mati (dead lead) pada alat yang dikembangkan oleh Pfeffer (Gambar 6.2). Dengan cara ini maka rongga udara tidak terjadi dan datanya sudah di interpretasi, akar aksial dibungkus blok gypsum yang diberi beban berbeda. Pada blok gypsum dibuat lubang diameter 1,5 mm agar dapat dilewati tudung akar.
Whiteley, Utomo dan Dexter (1982) mengukur tekanan tumbuh akar dengan menggunakan prinsip kerja pnetrometer yang dikembangkan oleh Barley dan Greacen (1967) (Gambar 6.3.). Biji tanaman dikecambahkan dulu pada media kecambah kemudian dipilih tanaman yang berakar bapk untuk dimasukkan kedalam lubang blok gypsum (dalam cawan D). Ujung akar pada waktu pemasangan diusahakan jangan menyentuh contoh tanah (A) dan selanjutnya ujung akar dibungkus dengan gypsum (E). Cawan D diisi dengan pasir yang telah dicuci dengan air dan diberl larutan "Hoagland". Alat tersebut kemudian ditutup dengan plastik. Akar yang tumbuh akan masuk pada contoh tanah silinder (A).Dengan masuknya akar tersebut maka penyanggah contoh tanah (B) akan tertekan dengan meneruskan pada alat timbangan (C). Tenaga (F) yang diukur pada timbangan (C) dikoreksi dengan kehilangan air dari A dan B. Tekanan akar (TA)dihitung dengan persamaan :
TA = F/ π. r2
Disini r = jari-jari akar
3. KEKUATAN TARIK AKAR
Kekuatan tarik akar (Root-Pulling Strength) pada umumnya digunakan sebagai indikator kemudahan rebah (lodging) suatu tanaman. Metoda yang cukup sederhana untuk mengukur kekuatan tarik akar tanaman telah dikembangkan, oleh Snell (1966). Pada dasarnya metoda ini dikerjakan dengan cara mengikat pangkal batang tanaman kemudian mengangkatnya dengan “hand –powered winch” sampai tercabut. Gaya yang diperlukan untuk mengangkat diukur dengan “tensiometer”. Untuk tanaman jagung dianjurkan agar pengamatan dilakukan pada fase pertumbuhan diantara pembungaan masak fisiologi.
Di Canada kekuatan tarik akar secara individu (root tehsile strength) sebagai indicator kerebahan (Bohn,1979). Untuk itu akar tanaman dicuci kemudian disimpan dalam larutan alcohol 10% atau formalin 5% dalam waktu beberapa jam, setelah itu akar dengan panjang 5-10 cm ditempatkan pada alat pengukur “kekuatan tarik” dan ditentukan berapa besarnya tekanan yang diperlukan untuk memutus (dengan cara menarik) akar tersebut. Cara yang paling sederhana untuk mengukur kekuatan tarik adalah dengan mengikat ujung akar pada suatu lempengan tertentu, kemudian bagian ujung lain ditarik.
4. MORFOLOGI AKAR
Bobot akar merupakan parameter akar yang paling banyak digunakan dalam melakukan pengamatan akar. Walaupun bobot basah akar dapat digunakan untuk keperluan pengamatan akar, tetapi karena banyaknya factor yang tidak dapat diperhitungkan yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan, kecuali memang diperlukan untuk pengamatan ( missal: pengamatan nematode) disarankan sebaiknya menggunakan bobot kering akar.
Untuk mendapatkan bobot kering akar tanaman, sampel akar yang telah dicuci dan dibersihkan, dikeringkan dalam oven pada temperatur 105°C selama 10-20 jam. Sampel akar dapat diperoleh dengan cara mencabut seluruh sistim perakaran tanaman, atau sampel akar yang diambil dengan tabung yang terbentuk silinder (core sample). Kadang kadang pengeringan dllakukan pada temperatur 60-80°C. Jika temperatur ini yang digunakan maka diperlukan waktu yang lebih lama.
Seringkali, walaupun telah dibersihkan dan dicuci. akar tanaman yang telah kita anggap bersih ternyata masih dilekati partikel tanah yang dapat menyebabkan kesalahan (error) pada hasil pengamatan. Oleh karena itu pada umumnya disarankan agar akar yang telah kering tersebut dimasukkan kedalam "muffle furnvace" pada temperatur 600°C. Abu yang telah didingin diberi asam klorida (HCl), kemudian disaring dan dikeringkan pada 105°C setelah itu di timbang bobotnya.
Dengan memperlakukan residu abu dengan asam klorida dianggap bahwa bahan mineral yang terbawa akar akan terlarut. Dengan demikian bobot residu abu merupakan bobot partikel tanah tidak terlarut pada sampel akar. Perbedaan antara bobot kering akar (termasuk partikel tanah yang tidak terikat oleh akar) dengan bobot residu abu merupakan bobot akar tanaman yang bebas abu.
Bobot akar tanaman merupakan parameter yang paling sesuai untuk mengetahui biomasa total akar didalam tanah. Dalam hal ini termasuk jika ingin mempelajari sumbangan akar tanaman dalam menentukan kandungan humus tanah. Tetapi data tentang bobot akar tidak menggambarkan aktifitas absorbsi akar tanaman (Bohn, 1979). Dengan menyatakan akar tanaman dalam bobot akar, maka sumbangan bagian akar-akar yang halus hanya kecil sekali. Padahal akar-akar yang halus ini merupakan bagian akar yang paling aktif melaksanakan absorbsi hara dan air. Oleh karena itu bobot akar yang tinggi tidak selalu menggambarkan daerah penyebaran yang luas, atau menggambarkan bahwa akar tanaman dapat mengabsorbsi hara dan air dari daerah yang luas. Kenyataan ini harus diperhatikan secara khusus jika mempelajari sistim perakaran tanaman yang mempunyai akar,utama besar dan tebal, misalnya akar tanaman berkayu.
b. Panjanq Akar
Metoda pengukuran panjang akar yang banyak digunakan para pakar adalah metoda estimasi yang dikembangkan oleh Newman (1966). Untuk estimasi panjang akar Newman (1966) membuat transek dengan panjang masing-masing transek 1x1 cm2 (Gambar 6.4.). Selanjutnya akar tanaman yang telah dipotong¬-potong dengan panjang 1-2 cm disebar secara merata diatas transek tersebut panjang akar dihitung dengan persamaan :

RP = π NA / 2H
Dimana RP = panjang akar;
N = jumlah akar yang menyilang transek
A = luas transek (cm=)
H = panjang transek (cm)


Teenant (1975) memodifikasi metoda Newman (1966), yaitu pada ukuran transek menjadi berbagai ukuran dengan lebar kisi (G) 0,5 x 0.5 cm; 1 x 1 cm; 2 x 2 cm dan 3 x3 cm.
Sehingga didapatkan modifikasi rumus Newman menjadi:
RP Rp = 11/14 * G * N
Nilai 11/14 dikombinasikan dengan ukuran kisi untuk mendapatkan faktor koreksi panjang akar (K). Nilai faktor koreksi (K) adalah 0,3928; 0,7857; 1,5714 dan 2,3571 masing-masing untuk lebar kisi 0,5; 1; 2 dan 3 cm. Jadi panjang akar R= N * K
Modifikasi rumus ini dapat mengeliminir kesalahan yang Olhasilkan oleh rumus Newman (1966) .dan Reicosy et al. (1970) Apabila sebaran akar mengenai titik silang dari transek. Keuntungan lain dari metoda ini adalah penghematan waktu karena dengan metoda Teenant dapat digunakan luas transek yang relatif sempit.
Kirchhof (1992) menggunakan "SCI-SCAN" yang merupakan metode Image Analysis untuk mengukur panjang akar. Pada prinsipnya cara ini dikerjakan dengan menyebar akar diatas lembaran atau papan yang warnanya kontras dengan warna akar.
Langkah lebih lanjut dilakukan pencanayaan (Scanner) dengan "Scanner" yang dijalankan dengan tangan (hand held scanner) dan selnjutnya panjang akar di analisis Oengan perangkat lunak "SCI-SCAN". Untuk keperluan ini aitperlukan komputer AT-846 dan perangkat lunak "SCI-SCAN / delta-4 Scan" yang dapat diperoleh dari CSIRO, Griffith, NSW, Australia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar